Finding Happiness by Wearing Wedding Dress



Judul : My Wedding Dress
Penulis Dy Lunaly
Penerbit : Penerbit Bentang
Penyunting Starin Sani
Desainer Sampul : Titin Apri Liastuti
Cetakan I Oktober 2015
Tebal : 270 halaman
ISBN 978-602-291-106-7
Peresensi : Rayya Tasanee


Kebanyakan reviewer mungkin akan menulis pembukaan resensi dengan sinopsis atau dengan pertanyaan. Tapi cukup dua kata dari saya untuk novel My Wedding Dress: bagus banget!

Abigail Kenan Larasati. Itu nama tokoh utamanya. Bisa ditebak, nama panggilannya Abby. Sejak awal tahu nama tokohnya, pertanyaan saya adalah apakah penulisnya pernah membaca novel Beautiful Disaster dan novel lanjutannya dengan tokoh utama bernama sama? Ah, abaikan pertanyaan tidak penting ini. 

My Wedding Dress sebagai novel romance karya penulis Indonesia yang saya baca tahun ini berhasil membuat saya meleleh *emangnya lilin?*. Hehehe. 

Dimulai dari cerita Abby yang akan menikah. Calon mempelai pria pergi begitu saja ketika seharusnya dia sudah siap di altar. Ini yang menjadi pertanyaan besar: mengapa Andre meniggalkan Abby begitu saja? 

Dari konflik itulah novel ini membuat pembacanya ingin terus membaca kisah Abby. Hingga titik terakhir.

Bayangkan seorang calon pengantin wanita yang siap berikrar untuk hidup bersama laki-laki yang dicintainya mendadak ditinggalkan begitu saja tanpa alasan yang jelas. Tanpa kepastian. Seperti apa rasa sakitnya? Kisah ini menjadi sangat logis karena Abby menjadi begitu terpuruk sejak peristiwa menyakitkan itu. Bagaimana dia mengingat kenangan bersama Andre. Bagaimana dia berusaha memutuskan diri dari kehidupan sosial karena lelah dikasihani. Dan yang paling penting adalah bagaimana dia masih terus berusaha melanjutkan hidupnya meski menahan luka yang terlalu dalam. Abby is a strong woman. Kalau tak sekuat itu, dia pasti sudah mengunjungi psikolog atau bahkan psikiater dan meminum obat antidepresan. Namun,  Abby bisa melewatinya. Meskipun tak mudah.

Karakter Abby mewakili para wanita yang selalu butuh alasan untuk segala sesuatu. Abby terus mempertanyakan mengapa Andre tega meninggalkannya. Yang membuat saya terlarut dalam kisah Abby selain karena ceritanya yang memang membuat penasaran, sifat Abby  persis seperti saya. Sensitif, passionate, terkadang manja, dan gampang nyasar. Hehehe. ^^v

Ide cerita tentang Abby yang mengenakan gaun pengantinnya untuk travelling ini unik. Abby berharap gaun itu bisa menyerap semua kesedihannya lalu berubah menjadi hitam. Ketika membaca sinopsisnya, siapa yang akan menyangka ada seorang wanita yang harus repot menjinjing gaun pengantin dalam perjalanannya ke luar negeri? Hm, it’s a smart choice when Abby chose the wedding dress yang panjangnya hanya selutut, menjadikan ide unik itu sangat masuk akal. Satu hal lagi yang menjadikan penceritaannya logis adalah dengan adanya momen-momen flashback. Seseorang yang belum sepenuhnya move on akan selalu mudah terkenang dengan hal-hal yang berhubungan dengan orang yang dicintainya di masa lalu, dari detail terkecil pun. Benar-benar novel yang logis dan sistematis. 

I hate myself for still remembering our memories. Every night. Before I start to cry.
         (Peralihan bab di hlm. 77)

Di setiap pergantian bab, ada kutipan kalimat berbahasa Inggris yang maknanya sangat dalam. Disertai ilustrasi karya penulis yang lebih dari sekadar sketsa. Setiap gambar ilustrasinya punya cerita. Narasinya tidak berlebihan. Disampaikan dengan sudut pandang orang pertama membuat kisah Abby terasa nyata. Deskripsinya detail sehingga pembaca bisa dengan mudah membayangkan seperti apa tokoh-tokohnya jika divisualisasikan. (Saya berharap novel ini diangkat menjadi film). Di imajinasi saya, tokoh Wira berwajah mirip seperti Edward Snowden, sang whistle blower yang terkesan jenius itu. Bedanya hanya di warna iris mata. J

The part I like the most is when Wira asked Abby about what happiness is.
“You should not put your happiness in someone else’s hands.” (Hlm. 130)
Karena hanya kita sendirilah yang bisa menentukan kebahagiaan. As we get older, semakin sering kita menanyakan apa itu bahagia.

Satu poin lagi yang patut diacungi jempol. The twist. Ketika larut dalam novel ini, kau akan terlupa apa yang membuat kisah Abby bergulir. Tentang sebuah pertanyaan mendasar: mengapa Andre meninggalkan Abby? Tanpa satu pesan pun? Jawabannya bisa membuatmu menganga selama lebih dari satu detik. Hehe. 

Tentunya tidak ada novel yang sempurna. Apalagi kalau kau kritikus. Secara keseluruhan, saya memberi 4 dari 5 bintang untuk My Wedding Dress. Hanya saja, tokoh-tokohnya tampak sempurna (secara fisik). Bahkan Wira seperti prince charming yang didambakan semua wanita (saya pun pengin bertemu sosok Wira yang sesungguhnya kalaupun ada. Hehehe).  Tapi yang perlu dicatat, itu adalah hak prerogatif penulis. Sebagai pembaca, just enjoy the story. 

My last words: Kalau kau wanita berusia 20-an tahun dan pernah merasakan patah hati,  kau harus membaca novel ini! 
:)

Comments

Popular posts from this blog

Resensi My Melodious Melbourne: Cinta dalam Sebentuk Melodi

Jalani, Nikmati, dan Syukuri Setiap Fase Hidup Kita

Gendis dalam Hening