Agorafobia dan Misteri Pembunuhan


IDENTITAS BUKU
Judul : The Woman in The Window
Penulis : A. J. Finn
Penerbit : PT Mizan Publika)
Editor : Yuli Pritania
Penerjemah : Ingrid Nimpoeno
Cetakan Kedua : Agustus, 2018
Tebal : 573 hlm
ISBN : 978-602-385-328-1

Anna Fox berdiri di depan jendela. Siap melakukan kegiatan rutinnya: memata-matai para tetangga lewat lensa kamera. Ya, dia hafal kegiatan mereka semua. Ya, dia menyaksikan perselingkuhan. Namun, tidak pernah sebuah pembunuhan.

Hari itu, pemandangannya berbeda. Pisau di dada jane—tetangga barunya, darah di kaca, jemari yang menggapai meminta pertolongan. Anna bergegas ke luar rumah untuk menyelamatkan wanita itu. Namun, agorafobia parah yang diidapnya membuatnya pingsan saat melangkah ke tempat terbuka. Saat sadar, ada jane Russell lain di hadapannya, seorang wanita yang tidak dia kenal, Jane Russell sesungguhnya. Tidak ada yang mati, dia mungkin hanya berhalusinasi.
Anna pun mencurigai ingatannya sendiri. Terlalu banyak minum, mereka bilang. Mungkin dia hanya berusaha mencari perhatian karena kesepian. Benarkah?
***


Anna Fox adalah psikolog anak yang mengalami agorafobia parah sebagai bentuk PTSD (Post Stress Traumatic Disorder) sejak ia, suami, dan anaknya mengalami kecelakaan. Anna-lah yang waktu itu menyetir. Perasaan bersalah dan trauma itu membuatnya menderita agorafobia: ketakutan dan kecemasan luar biasa untuk keluar dari ruangan, dalam hal ini rumah (definisi ini saya tulis tanpa melihat textbook Biopsikologi, kurang lebih seperti itulah definisinya). Kalau kurang tepat, mohon dimaafkan. Hehe :D

Selain menonton film, memberi layanan psikologi di situs Agora (situs untuk penderita agorafobia), Anna memiliki kebiasaan mengamati atau memata-matai para tetangganya di balik jendela kamarnya menggunakan lensa kamera. Kali ini ia mendapat tetangga baru, satu keluarga dengan ayah bernama Alistair Russell, istrinya Jane Russell, dan remaja laki-laki bernama Ethan. Suatu hari, Ethan mengunjungi Anna untuk memberikan bingkisan sebagai tetangga baru. Ethan adalah remaja jangkung yang sangat sopan, tipe anak lelaki baik-baik.

Pertemuan Anna dengan Jane diawali dengan pingsannya Anna ketika mencoba keluar rumah untuk memarahi anak-anak yang melempari kaca rumahnya dengan telur. Anna sempat mengobrol dan bermain catur dengan Jane. Bahkan Jane menggambar sketsa Anna. Jane Russell adalah sosok yang nyata, pikir Anna. Sampai peristiwa pembunuhan itu terjadi.

Anna melihat Jane meminta pertolongan dengan menggoreskan darah di jendela rumahnya. Di dada Jane, tertancap sebuah benda keperakan, pisau pembuka surat. Anna mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Apakah benar Jane ditusuk? Ia mencoba keluar rumah, tapi ia ambruk lagi dan ketika ia sadar, ia terbangun di rumah sakit.

Tidak ada peristiwa pembunuhan. Jane Russell masih ada, tapi merupakan sosok yang berbeda dengan Jane yang pernah bertemu Anna. Apakah pembunuhan itu hanya halusinasi? Sayangnya, Anna adalah pecandu alkohol. Ia tergolong orang yang destruktif--'merusak' dirinya sendiri--ketika stres. Ia bahkan meminum obat anti depresan yang diresepkan dr. Fielding dengan anggur. Hal itu memperparah kondisi tubuh dan kestabilan mentalnya. Para polisi tidak percaya dengan cerita bahwa ada Jane lain yang dibunuh. Mereka menganggap Anna hanya mencari perhatian karena kesepian, terpisah dari anak dan suaminya. Meskipun sebenarnya Anna tidak benar-benar sendiri. Ada David, lelaki yang menyewa ruang bawah tanahnya yang ternyata adalah seorang mantan narapidana. Apakah David ada hubungannya dengan pembunuhan itu?

Novel ini ditulis dengan narasi yang pendek-pendek sehingga menimbulkan efek alur yang cepat. Saya suka. Ketegangannya jadi lebih terasa karenanya. Ide dasarnya keren. Apalagi sejumlah twist-nya. Sebuah karya debut yang luar biasa! Beberapa kali membaca psycho-thriller dan cerita detektif, tidak lantas membuat saya cepat menangkap petunjuk yang ada. Teknik penulisan A. J. Finn ini sungguh cerdas. Sayangnya, saya tidak bisa memberi 5 bintang karena:
1.    Saya cukup terganggu dengan terminologi psikolog dan dokter dan penulisan “Dr.” dalam novel ini. Telah disebutkan di awal cerita bahwa Anna adalah psikolog anak. Tetapi mengapa ia disebut dokter, meskipun ia mengaku bahwa ia bukan dokter medis? Setahu saya, untuk menjadi psikolog di AS memang harus menyelesaikan studi doktoral, sehingga Anna lebih tepat disebut ‘doktor’, bukan ‘dokter’. Penulisan Dr. untuk menyebut dokter seharusnya menggunakan huruf d kecil. Biasanya editor Mizan sangat teliti perihal kaidah penulisan ejaan. Mengapa saya mempermasalahkan ini? Karena psikolog jelas berbeda dengan psikiater. Dokter Julian Fielding yang menangani Anna jelas seorang psikiater, ia memberikan resep obat sebagai bagian dari penyembuhan pasien. Psikiater = dokter spesialis kejiwaan. Sedangkan psikolog, haram hukumnya memberikan terapi farmakologi karena background pendidikannya bukan dokter. Masih ada orang awam yang belum tahu perbedaan psikolog dan psikiater. Ketidakkonsistenan penyebutan psikolog dan dokter dalam novel ini, saya harap tidak membingungkan pembaca.
2.   Anna sedang mengamati keluarga Russell ketika melihat Jane Russell tertusuk pisau. Dia mengamati dengan lensa kamera Nikon D5500 yang tentunya ada fitur zoom, bisa melihat detail dari jauh. Mengapa ia tak memotret Jane saat itu? >,< Eh, kalau dia menjepret momen itu, tentu tak akan ada drama dan ketegangan panjang di novel ini. Hehe, ya barangkali dia begitu kaget sehingga kamera terlepas dari tangannya. Baiklah.
3.    Dinding kaca kubah atap rumah Anna begitu tipis. Ed, suami Anna, pernah berkata: Kalau kejatuhan dahan, seluruh jendela akan pecah. Ketika malam hari terjadi hujan lebat disertai petir, mengapa kubah itu baik-baik saja? Bukankah tekanan air hujan yang deras itu lebih besar dari dahan? Emm… saya bingung.

Karena ketiga hal di atas agak mengganggu, maka saya beri 4,3 bintang saja. Selebihnya, novel ini seru. Terjemahannya enak dibaca. Saya menyesal mengapa tak langsung membacanya setelah memiliki novel ini. Oh iya, A. J. Finn yang merupakan penulis laki-laki berhasil menggunakan sudut pandangnya sebagai tokoh perempuan dalam karakter Anna. Salut! 

Oh, satu lagi. Saya suka sekali pembatas bukunya yang berbeda dari pembatas buku lainnya. Terima kasih, Mizan! :D


Comments

Popular posts from this blog

Resensi My Melodious Melbourne: Cinta dalam Sebentuk Melodi

Jalani, Nikmati, dan Syukuri Setiap Fase Hidup Kita

Gendis dalam Hening