Kesempatan Menyelamatkan Alam Semesta


IDENTITAS BUKU
Judul : Dunia Anna
Penulis Jostein Gaarder
Penerbit : Penerbit Mizan
Penerjemah : Irwan Syahrir
Penyunting : Esti A. Budihabsari
Desainer Sampul : Andreas Kusumahadi
Cetakan I Oktober 2014
Tebal : 244 halaman
ISBN978-979-433-842-1



Salah satu dasar segala permasalahan etika adalah aturan emas atau prinsip resiprositas: Perlakukan orang lain sebagaimana engkau ingin diperlakukan. Namun, aturan emas ini tidak bisa lagi hanya menyangkut dimensi horizontal—yaitu “kita” dan “orang lain”. Kini, telah disadari bahwa prinsip resiprositas juga mempunyai dimensi vertikal: Perlakukanlah generasi selanjutnya sebagaimana engkau telah diperlakukan oleh generasi sebelummu. (Halaman 62)

Kutipan tersebut ditemukan oleh Anna dalam kumpulan artikel yang disimpannya. Dia mengumpulkan guntingan kliping  koran dan printout artikel yang ditemukannya di internet, dan menyimpan artikel pada dua kotak sepatu  yang terpisah. Masing-masing kotak diberi tulisan Apa arti dunia? dan Apa yang harus dilakukan?
 
Anna, seorang remaja yang kritis dan imajinatif. Karena fantasinya yang berlebihan, Anna harus berkonsultasi dengan psikiater bernama dr. Benjamin. Faktanya Anna tidak mengalami gangguan jiwa. Dia hanya punya kepedulian yang lebih dari orang-orang pada umumnya tentang kondisi alam semesta masa kini. Tentang ancaman pemanasan global. Tentang punahnya spesies binatang yang sebelumnya pernah ada. Dari situlah Anna sering mengumpulkan artikel-artikel tentang lingkungan dan berkat saran dr. Benjamin, dia  terdorong untuk mendirikan komunitas pencinta lingkungan.

Pada tahun 2082, Anna menjadi seorang gadis bernama Nova. Tepat pada ulang tahunnya yang ke-16 yang jatuh pada 12 Desember, dia mendapatkan surat dari nenek buyutnya yang sering disebut Olla, dan namanya pun sama dengan dirinya, Anna. Surat tersebut ditulis pada tanggal 12-12-12.
 "Nova sayang, aku tak tahu bagaimana rupa dunia saat kau membaca surat ini...."
Saya lebih suka bagian ketika Anna-lah yang menjadi tokoh yang diceritakan karena kehidupan Nova tampak tidak nyata. Mengapa kisah Nova terasa seperti fantasi? Hmm, jawabannya ada ketika Anda membaca novel ini. Hehehe...

Novel ini bukan novel yang sepenuhnya serius. Ada sentuhan humor pada bagian Jonas berbincang dengan Anna, misalnya pada halaman 107.

Ada pula bagian yang mungkin pernah kita alami beberapa kali: perenungan tentang dimensi kehidupan.
Anna berdiri dan berpikir, kemudian terjadi lagi: Dia mendapati sepenggal waktu yang dirasakannya seperti sebuah keabadian, sebuah adegan kehidupan sehari-hari dari sebuah kehidupan lain, sekelumit dari alam lain .... (Halaman 108)
Jostein Gaarder selalu mengajak pembacanya untuk memahami esensi kehidupan.
Ada banyak hal di alam ini yang manusia belum mengerti. Waktu, misalnya. Apa sesungguhnya waktu? (Halaman 112)
Beberapa kutipan lainnya menunjukkan tentang ironi eksistensi kita—sebagai manusia—sebagai bagian dari semesta.
Sebagai primata yang suka bermain-main, inventif, dan berlebihan, kita mudah sekali lupa bahwa pada dasarnya kita adalah bagian dari alam. Namun, apakah kita begitu sukanya bermain-main dan menghamburkan sesuatu hingga permainan itu lebih didahulukan ketimbang tanggung jawab kita atas masa depan planet ini? (Halaman 157)
Kita telah menjauhkan diri kita dari alam tempat kita hidup dan mengabaikan seluruh eksistensi. Sudah sebegitu jauh hingga kebanyakan orang lebih bisa menyebutkan nama-nama pemain sepak bola dan bintang film ketimbang menyebutkan jenis-jenis burung. (Halaman 173)
Sedikit sarkastis, tapi itulah faktanya.
Sejauh manakah cakrawala etika kita? Ujung-ujungnya permasalahan ini kembali kepada pertanyaan tentang identitas. Apakah nanusia itu? Dan siapakah aku? Jika aku hanya diriku—badan yang sedang duduk dan menulis ini—maka aku adalah sekadar suatu ciptaan tanpa harapan. Dalam pengertian yang luas. Aku adalah bagian dari—aku juga mengambil bagian dalam—sesuatu yang lebih besar dan lebih berkuasa ketimbang diriku sendiri. (Halaman 208)
Dan ini kutipan yang sangat saya suka:
“Pesimisme itu cuma kata lain dari kemalasan. Aku bisa saja khawatir, tapi itu hal berbeda, orang pesimistis itu pada dasarnya sudah menyerah.” (Anna, halaman 229)
Kesamaan Dunia Anna dengan novel Jostein Gaarder lainnya yang pernah saya baca:
  • Jostein Gaarder seringkali menggabungkan POV (Point of View), dengan POV-2 yang berbentuk surat.
  • Pesan moral disampaikan secara implisit dengan penyampaian yang tidak menggurui.
  • Jostein Gaarder selalu mengajak pembacanya untuk berpikir. Berkontemplasi tentang siapa kita, apa yang seharusnya kita lakukan, mengapa hal-hal terjadi, dan perenungan tentang alam semesta.
Saya selalu suka dengan novel yang lebih dari sekadar kisah cinta, yang menceritakan tentang kosmos dan makna kehidupan. Pesan yang mendalam disampaikan oleh Jostein Gaarder melalui kisah fiksi yang unik. Bahasanya lugas dan mudah dipahami. Seharusnya saya membaca novel semacam ini pada usia 16 tahun. Haha. Tetapi saya rasa novel ini layak untuk dinikmati pembaca dari berbagai usia. 

Namun, selain kelebihan-kelebihan tersebut, ada pula yang ingin saya kritisi. Pertama, font-nya terlalu besar. Kedua dari segi cover. Hmm, saya suka tulisan judul buku yang  berwarna emas. Terkesan elegan. Tapi saya akan lebih suka kalau gambar gadis yang tampak dari belakang bukanlah kartun, melainkan siluet gadis sungguhan, agar efek dramatisnya lebih terasa. Hehehe.

Kembali ke inti resensi yang saya jadikan judul yaitu “Kesempatan Menyelamatkan Alam Semesta”. Keadaan alam yang semakin mengalami berbagai kekacauan, masih bisa diselamatkan. Kapan? Jawabannya tentu saja, SEKARANG. Saat ini. Saat kita masih mampu menghirup udara yang disediakan oleh Tuhan tanpa harus membayar. Bayangkan saja apabila komposisi oksigen di udara lebih sedikit dari CO2, apakah kita masih bisa menghirupnya secara cuma-cuma?

Mari kita renungkan bersama. 
:)

Comments

Popular posts from this blog

Resensi My Melodious Melbourne: Cinta dalam Sebentuk Melodi

Jalani, Nikmati, dan Syukuri Setiap Fase Hidup Kita

Gendis dalam Hening