Mimpi Buruk Sang Psikolog








Apakah ada kaitan antara mimpi dan kehidupan nyata? Kata orang kebanyakan, "Mimpi hanyalah bunga tidur. Tak perlu dipusingkan." Tetapi psikoanalisis yang dikemukakan pertama kali oleh Sigmund Freud tidak demikian. Mimpi yang sering muncul ketika kita tidur, bisa dianalisis untuk menggambarkan hal-hal yang tidak kita sadari. Sama seperti halnya yang dialami Jodi dalam novel Silent Wife.

Jodi dan Todd adalah pasangan yang hidup bersama selama 20 tahun. Jodi cantik, pintar, memenuhi kualifikasi sebagai wanita idaman pria mana pun. Ia pun cukup sukses menjadi seorang psikolog konseling. Sedangkan Todd adalah pengusaha di bidang properti yang memperoleh kesuksesan finansial dari hasil kerja kerasnya selama ini.

Kehidupan mereka tampak baik-baik saja dengan kebiasaan Jodi melakukan pekerjaan rumah tangga dengan baik, di samping melakukan pekerjaan profesionalnya. Namun, ketenangan dan kesabaran Jodi tak cukup membuat Todd menjadi lelaki yang sungguh-sungguh setia. Todd yang mengalami kehidupan masa kecil yang buruk karena ayahnya adalah pemabuk berat dan hidup dalam keluarga yang tak mampu, melakukan pembuktian dengan kesuksesannya dan ia merasa dirinya bukanlah orang yang jahat meskipun melakukan perselingkuhan. Jodi mengetahui tabiat buruk pasangannya, tetapi ia bersikukuh untuk bersikap seakan itu bukan hal yang mengganggu.

Hingga suatu hari, Jodi yang belum dikarunia anak menerima kabar bahwa Todd menghamili Natasha, perempuan muda yang merupakan anak dari sahabatnya sendiri. Todd mengambil keputusan buruk dengan berencana menikahi Natasha dan pindah ke apartemen lain. Ia tega meninggalkan Jodi yang telah mendampinginya sejak Todd hanyalah lelaki sederhana hingga sesukses sekarang. Sayangnya, Jodi tidak menikah dengan Todd secara hukum. Sehingga ia terancam akan tergusur dari kondominium mewah yang ditinggalinya bersama Todd tanpa mendapat pembagian harta yang cukup.

Alur novel ini sangat lambat. Tadinya saya merasa bahwa alurnya agak lambat di awal. Tetapi ternyata memang lambat hingga akhir. Puncak ketegangannya pun tidak terlalu mencekam seperti yang saya duga sebelumnya. Namun, saya penasaran dengan apa yang terjadi dalam kisah Jodi dan Todd. Saya menyukai sesi konseling Jodi dengan psikolog senior. Jodi tak merasa memiliki gangguan psikologis. Sesi konseling itu ada karena menjadi bagian dari studi Jodi sebelum ia menjadi psikolog. Dari konseling dengan psikolog senior itulah Jodi menyadari bahwa ada satu peristiwa penting yang ia tekan ke alam bawah sadarnya. Ia selalu menganggap masa kecilnya bahagia dengan seorang kakak lelaki bernama Darrel dan adik lelaki bernama Ryan. Ternyata di balik kebahagiaan masa kecilnya itu ada kejadian yang ia kubur hingga sekarang yang membuat Jodi tumbuh menjadi seorang yang selalu tampak tegar.

Bagian yang menarik dalam novel ini adalah tentang informasi seputar psikologi yang disertakan di dalam narasinya. Jodi menganut aliran Alfred Adler yang tadinya bersama Sigmund Freud dan Carl Jung berada salam satu pemahaman psikoanalisis. Tetapi di kemudian hari, Adler mengembangkan pemikirannya sendiri yang menurut saya lebih sesuai dengan kehidupan sosial. Jodi memberi nama anjingnya Freud, yang bagi saya semacam bentuk olok-olok. Seorang psikolog sosial mengatakan bahwa akhir-akhir ini psikoanalisis mulai tersisihkan dari dunia psikologi karena metodenya kurang ilmiah karena sulit dibuktikan secara empiris. Terlepas dari pernyataan tersebut, saya masih mempercayai bahwa peristiwa dominan yang muncul dalam mimpi merupakan manifestasi ketidaksadaran yang mempengaruhi perilaku seseorang.

Dari segi ide cerita, novel ini cukup menarik. Disertai kronologi panjang dan informasi tersamarkan tentang masa kecil Jodi, menciptakan sedikit twist di akhir cerita. 

Oh iya, saya suka cover-nya. Simple and captivating!

 3,4 of 5 stars.

Comments

Popular posts from this blog

Resensi My Melodious Melbourne: Cinta dalam Sebentuk Melodi

Jalani, Nikmati, dan Syukuri Setiap Fase Hidup Kita

Gendis dalam Hening